Penyebab Tunarungu
Kekurangan mampuan atau kehilangan pendengaran dapat
disebabkan oleh kecacatan yang dialami sejak lahir. Ketulian sejak lahir ini
seringkali membawa dampak pada kecacatan bicara atau tunawicara. Deteksi dini
dapat dilakukan pada saat usia bati dengan melakukan pemeriksaan meliputi
factor resiko yakni lahir premature, berat badan bayi rendah, toksoplasma
kemudian dilanjutkan pemeriksaan saat bayi berusia 3 bulan untuk memastikan ada
atau tidaknya gangguan pendengaran.
Hal ini penting dilakukan karena
pemeriksaan dan pemantauan yang baik sebelum usia 6 bulan diharapkan tidak akan
terjadi gangguan pada wicara atau kemampuan wicaranya mendekati anak normal.
Sebagaimana disebutkan diatas,
gangguan pendengaran atau tunarungu dapat disebabkan sebelum anak dilahirkan
atau setelah anak dilahirkan dikategorikan oleh Sardjono (1997 ; 10-20) sebagai
berikut :
1.
Factor-faktor sebelum anak
dilahirkan (Pre-Natal)
a.
Faktor Keturunan
b.
Cacar air, campak (Rubella, Gueman
measles)
c.
Terjadi Toxaemia (Keracunan darah)
d.
Penggunaan pil kina atau obat-obatan
dalam jumlah besar
e.
Kekurangan oksigen
2.
Factor-faktor saat anak dilahirkan
(natal) :
a.
Factor Rhesus (Rh)ibu dan anak
sejenis
b.
Anak lahir premature
c.
Anak lahir menggunakan forcep (alat
bantu tang)
d.
Proses Kelahiran yang lama
3.
Factor-faktor sesudah dilahirkan
(post natal) :
a.
Infeksi
b.
Meningitis (peradangan selaput otak)
c.
Tunarungu perseptif yang bersifat
keturunan
d.
Otitis media (Radang pada bagian
telinga tengah) yang kronis
e.
Terjadi infeksi pada alat-alat
pernafasan
Karakteristik
Tunarungu dan Tunawicara
Orang
dengan gangguan pendengaran dapat dideteksi dengan mengamati ciri-ciri dan
perilaku. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1.
Bentuk daun telinga tidak normal
(microtia)
2.
Jika berbicara selalu melihat
gerakan bibir lawan bicara
3.
Sering tidak bereaksi jika diajak
bicara kurang keras
4.
Selalu minta diulang dalam
pembicaraan
5.
Berbicara keras dan tidak jelas
6.
Suka melihat gerak bibir dan gerak
tubuh teman bicaranya
7.
Menggunakan alat bantu dengar (ABD)
8.
Suka melakukan gerakan tubuh
(gesture)
9.
Cenderung pendiam
10.
Suara sengau
11.
Cadel
Beberapa
karakteristik yang sering ditemukan pada anak tunarungu menurut Uden (1971) dan
Meadow (1980) dalam Bunawan dan Yuwati (2000) adalah :
1. Memiliki sifat egosentris yang lebih
besar disbanding anak tanpa gangguan pendengaran. Sifat ini menyebabkan mereka
sulit untuk menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain serta
kurang peduli terhadap efek perilakunya pada orang lain. Tindakannya dikuasai
oleh perasaan dan pikiran secara berlebihan sehingga sulit menyesuaikan diri.
Kemampuan bahasa yang terbatas akan membatasi kemampuan mengintegrasikan
pengalaman dan makin memperkuat sifat egosentris penderita tunarungu.
2. Memiliki sifat impulsive, yaitu
tindakannya tidak berdasarkan pada perencanaan yang hati-hati dan jelas tanpa
mengantisipasi akibat yang timbul dari perbuatannya. Apa yang mereka inginkan
biasanya perlu segera dipenuhi. Mereka sulit merencanakan untuk merencanakan
atau menunda kebutuhan dalam jangka panjang
3. Memiliki sifat kaku (rigidity),
yaitu kurang luwes dalam memandang dunia dan tugas-tugas dalam kesehariannya
4.
Memiliki sifat suka marah dan mudah
tersinggung
5.
Selalu khawatir dan ragu-ragu
Dampak
Ketunarunguan
Sebagimana
uraian di atas, tunarungu dapat berdampak pada gangguan bicara atau tidak
berkembangnya kemampuan bicara. Namun, menurut Leigh, 1994 dalam Nugroho, 2004
terdapat dampak yang lebih besar bahkan terbesar dari tunarungu yaitu
terjadinya kemiskinan bahasa dan dalam penguasaan bahasa secara keseluruhan.
Oleh karena itu, diperlukan pelayanan pendidikan khusus agar mereka mengenal
bahasa atau nama benda, kegiatan, peristiwa, dan perasaan sehingga mereka dapat
menggunakan bahasa di lingkunagannya.
Sumber
: Buku Seluk-beluk Tunarungu dan Tunawicara serta Strategi Pembelajarannya,
Ahmad Wasita, Javalitera
Ingin memiliki buku
tersebut silahkan LIKED page Mutiara Edukasi ini (link FP)
No comments:
Post a Comment