Sebenarnya jujur saja sih aku
kurang menyukai istilah tunarungu atau tuli tetapi karena istilah ini sudah
umum dan mendarah daging dari dulu dalam masyarakat maka tak ada yang bisa
dibantah namun sebisa mungkin aku ingin istilah ini disingkirkan saja selamanya.
Alasannya konotasi istilah ini terdengar kurang nyaman dan berkesan negative.
Seolah sama golongan dengan istilah berawalan tuna-tuna lain misalnya
tunasusila, nah yaa mana mungkin kita ini bergangguan pendengaran ini melakukan
susila yang salah atau berperilaku buruk /menyimpang???
Sedih sekali kalau masyarakat sudah terlanjur menjuluki seperti itu tanpa memahami dunia kami, difabel rungu atau yang anda kenal : Tunarungu. Oleh karena itu marilah kita mengenal sedikit mengenai apa itu tunarungu, difabel rungu dan solusi cara bersosialisasi dengan kami, kaum minoritas disabilitas khusus difabel rungu.
Sedih sekali kalau masyarakat sudah terlanjur menjuluki seperti itu tanpa memahami dunia kami, difabel rungu atau yang anda kenal : Tunarungu. Oleh karena itu marilah kita mengenal sedikit mengenai apa itu tunarungu, difabel rungu dan solusi cara bersosialisasi dengan kami, kaum minoritas disabilitas khusus difabel rungu.
Menurut
Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah Penyandang Tunarungu sesuai
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Tahun 2004 adalah 6.047.008
jiwa, yang terdiri dari Tunanetra 1.749.981 jiwa (29%), Tunadaksa 1.652.741
jiwa (27%), Eks Penderita Penyakit Kronis 1.282.881 jiwa (21%), Tunagrahita
777.761 jiwa (12,8%), TUNARUNGU/WICARA
602.784 jiwa (9,9%). Sedangkan, WHO menyebutkan bahwa difabel di suatu
Negara sekitar 10% dari jumlah total penduduk seluruhnya. Namun hingga kini
pertumbuhan penyandang difabel rungu masih terus bertambah sejak sensus tahun
2004 itu.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indoneisa (KBBI), Tunarungu adalah istilah lain dari tuli
yaitu tidak dapat mendengar karena rusak pendengaran. Secara etimologi,
tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu
artinya pendengaran. Jadi, orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu
mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Menurut Hallahan dan Kauffman
(1991), tunarungu merupakan istilah bagi orang yang kurang dapat atau kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat.
Pengertian
tunarungu sendiri sangat beragam yang mengacu pada kondisi pendengaran orang tunarungu.
Tunarungu juga merupakan suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga
menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik menggunakan
ataupun tidak menggunakan alat bantu dengar (ABD) yang dapat membantu
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Dikutip
dari www.dit.pilb.or
bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan
percakapan dengan pendengaran yang bervariasi mulai dari :
1.
Tingkat Sangat Ringan berdesibel
27db-40db
2.
Tingkat Ringan berdesibel 41db-55db
3.
Tingkat Sedang bersedibel 56db-70db
4.
Tingkat Berat berdesibel 71db-90db
5.
Tingkat Sangat Berat (tuli)
bersedibel lebih dari 90db
Dikutip
dari Program Khusus Tunarungu oleh Kemendiknas (2010) bahwa menurut Boothroyd,
tunarungu dapat diklarifikasikan berdasarkan empat kelompok, yaitu :
1.
Berdasar tingkat kehilangan
mendengar percakapan/bicara orang.
Ini Meliputi :
1) Kehilangan
15db – 30db, Mild Hearing Losses atau
Ketunarunguan Ringan
Artinya daya tangkap terhadap suara
cakapan manusia normal atau kemampuan mendengar untuk bicara dan membedakan
suara-suara atau sumber bunyi dalam taraf normal. Modalitas belajar menggunakan
auditori dan alat bantu dengar.
2) Kehilangan
31db-60db, Moderate Hearing Losses
atau Ketunarunguan Sedang
Artinya daya tangkap terhadap suara
percakapan manusia hanya sebagian atau kemampuan mendengar dan kapasitas untuk
bicara hamper normal. Modalitas belajar menggunakan auditori dengan bantuan
visual. Jika menggunakan alat bantu dengar kemampuan mendengar untuk bicaranya
menjadi normal.
3) Kehilangan
61db-90db, Severe Hearing Losses atau Ketunarunguan Berat
Daya tangkap terhadap suara
percakapan manusia tidak ada atau kemampuan mendengar dan kapasitas membedakan
suara tidak ada. Modalitas belajar menggunakan visual. Jika menggunakan alat
bantu dengar, kemampuan mendengar dapat menjadi normal dan kapasitas membedakan
suara dapat menjadi baik.
4) Kehilangan 91db – 120 db, Profound Hearing Losses atau Ketunarunguan Sangat Berat
Daya tangkap terhadap suara
percakapan manusia tidak ada sama sekali atau kemampuan bicara dan kapasitas
membedakan sumber bunyi sudah tidak ada. Modalitas belajar dengan visual. Jika
menggunakan alat bantu dengar, kemampuan mendengar untuk bicaranya normal,
sedangkan kapasitas membedakan suara buruk. Pada derajat ini masih mampu
mengenal irama dan intonasi sehingga modalitas belajar dapat menggunakan
auditori dengan bantuan penglihatan.
5) Kehilangan
lebih dari 120db, Total Hearing Losses
atau Ketunarunguan Total
Daya tangkap terhadap suara cakapan
manusia tidak ada sama sekali (tidak mampu mendengar) atau kemampuan mendengar
dan kapasitas untuk bicara tidak ada, walaupun dengan bantuan alat bantu
dengar. Modalitas belajar hanya mengandalkan pada alat bantu dengar.
2.
Berdasarkan tempat terjadinya
kehilangan pendengaran, yaitu :
1) Kerusakan pada bagian tengah dan
luar telinga sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga
disebut telinga konduktif
2) Kerusakan telinga bagian dalam dan
hubungan saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris
3.
Berdasarkan saat terjadinya
kehilangan pendengaran, yaitu :
1) Tunarungu bawaan artinya ketika
lahir, anak sudah mengalami atau menyandang tunarungu dan indera pendengarannya
sudah tidak berfungsi lagi.
2) Tunarungu setelah lahir artinya
terjadinya tunarungu setelah anak lahir yang diakibatkan oleh kecelakaan atau
suatu penyakit.
4.
Berdasarkan taraf penguasaan bahasa,
yaitu :
1) Tuli prabahasa (Prelingually Deaf), adalah mereka yang menjadi tuli sebelum
dikuasainya suatu bahasa (usia 1-6 tahun) artinya anak menyamakan tanda
(signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun
belum membentuk system lambang.
2) Tuli purnabahasa (Post Lingually Deaf), adalah mereka yang
menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami
system lambang yang berlaku di lingkungan.
Disabilitas
pendengaran, terutama yang dialami sejak lahir, sering kali menyebabkan
gangguan pada bicara atau diistilahkan dengan tunawicara. Tunawicara adalah
kesulitan berbicara yang disebabkan tidak berfungsinya dengan baik organ-organ
bicara, seperti langit-langit dan pita suara. Tunawicara dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a)
Tingkat Ringan – 20-30db; Masih
dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-kata tertentu saja yang tidak dapat
mereka dengar langsung sehingga pemahaman mereka menjadi sedikitterhambat.
b) Tingkat Sedang – 40-60db ; Mulai
mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan orang lain, suara yang
mampu terdengar adalah suara radio dengan volume maksimal.
c) Tingkat Berat – dia atas 60db; Sudah
mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain, suara yang mampu mereka
dengar adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk.
Biasanya kalau masuk dalam kategori ini sudah mengunakan alat bantu dengar,
mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir, atau bahasa isyarat untuk
berkomunikasi.
Jika
dilihat secara fisik, sebenarnya orang tunarungu tidak berbeda dengan orang
normal pada umumnya. Orang akan mengetahui bahwa ia penyandang tunarungu pada
saat berkomunikasi., khususnya jika dituntut untuk berbicara. Karena kadang
mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas
artikulasinya atau bahkan tidak berbicara sama sekali atau hanya berisyarat
saja.
Dari
ketidakmampuan tunarungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang
bahwa tunarungu adalah yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat
berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan
dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang mengundang simpati dibandingkan
dengan ketunaan lainnya seperti tunanetra atau tunadaksa. Padahal,
ketunarunguan meruapakan gangguan atau ketunaan yang berat dan dapat
mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari.
Batasan
mengenai ketunarunguan juga dikemukakan oleh Howard & Orlansky bahwa tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan
sensori yang menghambat seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi
dan sebagai suatu kondisi di mana suara-suara yang dapat dipahami termasuk
suara pembicaraan tidak mempunyai arti untuk maksud kehidupan sehari-hari. Orang
tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk mengartikan pembicaraan
walaupun sebagian suara dapat diterima, baik tanpa maupun menggunakan alat
bantu dengar.
Selanjutnya,
kurang dengar (Hard of Hearing)
adalah seseorang yang kehilangan pendengaran secara nyata yang memerlukan
penyesuaian-penyesuaian khusus. Baik tuli maupun kurang dengar dikatakan
sebagai gangguan pendengaran (Hearing
Impaired).
Seperti
diuraikan di atas, bahwa ketunarunguan di antaranya berdampak pada masalah kognisi
anak dan bahasa. Secara rinci, masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1.
Masalah kognisi penyandang tunarungu
:
a) Kemampuan verbal (verbal IQ), orang
tunarungu lebih rendah daripada kemampuan verbal orang dengar
b) Performance IQ penyandang tunarungu
sama dengan orang mendengar
c) Daya ingat jangka pendek tunarungu
lebih rendah daripada orang dengar ter-utama pada informasi yang bersifat
suksesif atau berurutan
d)
Informasi serempak, tunarungu tidak
berbeda dengan orang dengar
e) Daya ingat jangka panjang tunarungu
tidak berbeda dengan yang mendengar walaupun prestasi akhir biasanya tetap
lebih rendah
2.
Masalah bahasa penyandang tunarungu
:
1)
Miskin dalam kosakata
2)
Terganggu bicaranya
3) Dalam berbahasa dipengaruhi oleh
emosi atau visual order (apa yang dirasakan dan apa yang dilihat)
4)
Tunarungu cenderung permata
5)
Bahasa merupakan hasil interaksi
mereka dengan hal-hal yang konkret
Sumber : Buku Seluk-beluk Tunarungu
dan Tunawicara serta Strategi Pembe-lajarannya, Ahmad Wasita, Javalitera
Ingin memiliki buku tersebut silahkan LIKED page
Mutiara Edukasi ini.
No comments:
Post a Comment